Pages - Menu

Senin, 01 April 2013

"Si Gila"di Balik Android

Andrew
"Andy" Rubin bolehlah dijuluki
"Bapak Android". Ia
merupakan pendiri Android
Inc, yang kemudian dibeli
Google dan "meledak" jadi
sistem operasi smartphone
laris.


Sempat jadi Kepala Sistem
Operasi Android di Google,
Andy telah mengundurkan
diri dari posisi itu. Meskipun
demikian, ia dikabarkan masih
di Google, menjabat posisi
yang belum diumumkan.
Salah satu kalimat Rubin
tentang Android yang
terkenal adalah, "Kami tidak
sedang membuat sebuah
ponsel Google; kami
memungkinkan ribuan orang
untuk membuat ponsel
Google!"
Kalimat itu seakan
menegaskan filosofi di balik
ponsel Android. Terbukti,
sekarang ada banyak jenis
ponsel, tablet, dan bahkan
kamera yang menjalankan
sistem operasi Android.
Karier Rubin di Google dimulai
sejak 2005, saat Android Inc
dilahap oleh Google. Namun,
sebelum itu, Rubin ternyata
sudah pernah bersinggungan
dengan Apple dan Microsoft,
dua raksasa yang sekarang
juga bersaing dengan Google
di arena smartphone.
Masuk Apple dari pantai
Sejak kecil, Rubin sudah
terbiasa melihat banyak
gadget baru. Ini karena
ayahnya, seorang psikolog
yang banting setir ke bisnis
direct marketing, menyimpan
produk elektronik yang akan
dijualnya di kamar Rubin.
Ia memiliki minat besar pada
segala hal berbau robot. Di
Carl Zeiss AG, tempat kali
pertama ia bekerja setelah
lulus kuliah, Rubin berada di
sebuah divisi robotika,
tepatnya pada komunikasi
digital antara jaringan serta
perangkat pengukuran dan
manufaktur.
Setelah dari Carl Zeiss, ia
sempat bekerja di bidang
robot di sebuah perusahaan
di Swiss. Karier Rubin di
bidang robotika nampaknya
semakin cerah. Namun,
hidupnya berubah gara-gara
liburan di Cayman Island
tahun 1989.
Saat sedang mengunjungi
kepulauan tropis di Jamaika
itu, Rubin tak sengaja
bertemu dengan seorang
bernama Bill Caswell. Pria ini
sedang tidur di tepi pantai,
terusir dari sebuah cottage
setelah bertengkar dengan
pacarnya.
Andy menawarkan pria itu
tempat tinggal. Sebagai
balas budi, Casswell
menawarkannya pekerjaan.
Kebetulan, pria itu bekerja di
Apple.
Di Apple, Rubin mengalami
masa-masa yang
menyenangkan. Pada saat
itu, Apple masih dalam kondisi
baik berkat komputer
Macintosh.
Budaya Apple pun menular
pada diri Rubin. Di sana ia
sempat melakukan kejahilan
seperti memprogram ulang
sistem telepon sehingga ia
bisa berpura-pura sebagai
sang CEO, John Sculley.
Lelucon seperti itu mungkin
akan disukai Steve Jobs, pria
yang gemar membuat
lelucon lewat telepon. Namun
ketika itu adalah periode
Apple tanpa Jobs.
"Dilempar" ke General Magic
Dari bagian manufaktur,
Rubin pindah ke bagian riset
di Apple. Kemudian, pada
1990, Apple melakukan spin-
off untuk membentuk sebuah
perusahaan bernama
General Magic dan Rubin ikut
di dalamnya.
General Magic berfokus
pada pengembangan
perangkat genggam dan
komunikasi. Para engineer
yang gila kerja, termasuk
Rubin tentunya, berhasil
mengembangkan sebuah
peranti lunak bernama Magic
Cap.
Sayangnya, Magic Cap tidak
mendapat sambutan dari
perusahaan handset dan
telekomunikasi. Beberapa
yang menerapkan Magic
Cap hanya melakukannya
sebentar. General Magic pun
akhirnya hancur.
Beberapa pengembang di
General Magic, bersama
beberapa veteran Apple,
kemudian mendirikan Artemis
Research. Perusahaan ini
mengembangkan sesuatu
bernama WebTV, sebuah
upaya awal untuk
menggabungkan internet
dengan televisi.
"Mampir" ke Microsoft
Rubin bergabung dengan
Artemis untuk ikut
mengembangkan WebTV
tersebut. Saat Microsoft
membeli Artemis, di 1997,
Rubin pun ikut bergabung
dengan perusahaan raksasa
itu.
Episode gila khas Rubin
kembali terjadi di Microsoft.
Rubin membangun sebuah
robot yang dilengkapi
kamera untuk mengerjai
rekan-rekannya. Gilanya,
robot itu terhubung ke
internet dan pada satu
insiden sempat dibobol oleh
pihak di luar Microsoft.
Pada 1999, Rubin keluar dari
WebTV (dan artinya, ia tak
lagi menjadi karyawan
Microsoft). Ia kemudian
menyewa sebuah toko di Palo
Alto, California, dan
menyebut toko itu sebagai
laboratorium.
Di tempat yang penuh
dengan berbagai mainan
robot koleksi Rubin, lahirlah
sebuah ide untuk produk
baru. Bersama beberapa
rekannya, Rubin kemudian
mendirikan Danger Inc.
Sukses awal dengan Sidekick
Sukses diraih Danger melalui
sebuah perangkat bernama
Sidekick. Aslinya, perangkat
ini dinamai Danger Hiptop.
Namun, di pasaran ia dikenal
sebagai T-Mobile Sidekick.
"Kami ingin membuat sebuah
perangkat, kira-kira seukuran
batang cokelat, dengan
harga di bawah 10 dollar AS,
dan bisa digunakan untuk
men-scan sebuah benda dan
mendapatkan informasi soal
benda itu dari internet. Lalu,
tambahkan perangkat radio
dan transmiter, jadilah
Sidekick," tutur Rubin soal
Sidekick.
Saat ini, Sidekick memang
sudah terlihat usang. Namun
pada masanya, Sidekick
adalah sebuah benda yang
ganjil dengan konsep
teknologi yang melampaui
zaman.
Perangkat itu, menurut Rubin,
merupakan pengakses data
dengan kemampuan telepon.
Ketika muncul di pasaran,
Sidekick harus menghadapi
kenyataan bahwa PDA
sedang kehilangan pasar.
Namun, Rubin menegaskan
bahwa Sidekick bukanlah
PDA.
"Seharusnya, orang-orang
bukan bertanya apakah ini
PDA atau ponsel. Mereka
harusnya bertanya, apakah
ini platform untuk
pengembang pihak ketiga?
Ini adalah hal yang baru. Ini
adalah untuk kali pertama
sebuah ponsel dijadikan
platform untuk pengembang
pihak ketiga," kata Rubin.
Sekarang, apa yang
dikatakan Rubin bukan hal
aneh lagi. Lihat saja Apple
dengan jutaan aplikasi pihak
ketiga yang hadir di iPhone.
Hal lain yang dilakukan
Danger, yang pada masa itu
belum terpikirkan, adalah
menjembatani antara
pembuat handset dan
penyedia jaringan. Danger
memutuskan untuk berbagi
keuntungan dengan T-Mobile
dalam layanan Sidekick.
Dengan demikian, Danger
tak mengandalkan penjualan
handset sebagai sumber
penghasilan satu-satunya,
tetapi juga dari layanannya.
Ini membuat perusahaan
pembuat perangkat
(Danger) memiliki tujuan
yang sama dengan penjual
perangkat (operator
telekomunikasi T-Mobile).
Dicaplok Microsoft
Rubin meninggalkan Danger
pada 2004. Pada 2008,
perusahaannya itu dibeli oleh
Microsoft.
Sang Raksasa rupanya
tertarik untuk memasuki bisnis
ponsel dengan lebih agresif
lagi. Nilai yang ditawarkan
pun tidak tanggung-
tanggung. Menurut kabar
yang beredar, Microsoft
membeli Danger dengan
harga 500 juta dollar AS.
Namun, pembelian Danger
oleh Microsoft ternyata tidak
membawa hasil yang
berbunga-bunga. Para
eksekutif yang tersisa dari
Danger digabungkan oleh
Microsoft ke dalam Mobile
Communication Business, dari
divisi Entertainment dan
Devices.
Kemudian, mereka diminta
mengembangkan sebuah
ponsel yang dikenal dengan
sebutan Project Pink.
Targetnya, ponsel ini
harusnya bisa menjadi
pesaing iPhone, BlackBerry,
dan Android.
Gagalnya Project Pink
Menurut ComputerWorld,
Project Pink menderita
penyakit klasik di sebuah
perusahaan besar. Karena
proyeknya cukup bergengsi,
ia diperebutkan oleh
beberapa pihak. Lebih
parahnya lagi,
perkembangannya makin
melenceng dari yang
diinginkan.
Contohnya, awalnya ponsel
itu akan dikembangkan
dengan basis Java, tetapi
kemudian diminta untuk
menggunakan sistem operasi
Microsoft. Sayangnya,
Windows Phone 7, yang
seharusnya bisa digunakan
untuk Project Pink, belum
siap.
Walhasil, saat diluncurkan,
ponsel yang akhirnya
bernama Microsoft Kin ini
menggunakan sistem operasi
Windows untuk ponsel yang
"lawas". Sambutan pasar
yang dingin pun membuat Kin
akhirnya harus ditutup, hanya
beberapa bulan sejak
diluncurkan.
Nasib layanan Sidekick, yang
diwarisi Microsoft dari
Danger, juga tak terlalu baik.
Dalam satu insiden, yang
masih belum diketahui pasti
apa penyebabnya,
pelanggan Sidekick tiba-tiba
kehilangan semua data
mereka.
Satu yang perlu diketahui,
semua data pada Sidekick
memang disimpan "di
awan" (dalam hal ini pada
server yang dikelola
Microsoft dan bisa diakses
melalui internet). Nah, ketika
server itu mengalami
gangguan, semua data
pengguna Sidekick pun
lenyap.
Memikat pendiri Google
Pada awal 2002, Rubin
sempat memberikan sebuah
kuliah di Stanford mengenai
pengembangan Sidekick.
Pasalnya, meski penjualan
Sidekick di pasaran tak
meledak, perangkat itu dinilai
cukup baik dari sisi
engineering.
Sebuah kebetulan bahwa
Larry Page dan Sergei Brin,
pendiri Google, ikut hadir
dalam kuliah tersebut.
Selepas kuliah, Page
menemui Rubin untuk melihat
Sidekick dari dekat.
Rupanya, Page melihat
perangkat itu menggunakan
mesin cari Google. "Keren,"
ujar Page.
Ini adalah sebuah titik tolak
bagi Page untuk sebuah ide
yang dalam beberapa tahun
kemudian akan terwujud:
sebuah ponsel Google.
Mendirikan Android
Lebih kurang dua tahun
setelah itu, Rubin telah
meninggalkan Danger dan
mencoba melakukan hal-hal
baru. Di antaranya mencoba
memasuki bisnis kamera
digital sebelum akhirnya ia
mendirikan Android.
Rubin menginkubasi Android
saat ia menjadi
enterpreneur-in-residence
bersama perusahaan modal
ventura Redpoint Ventures di
2004. "Android berawal dari
satu ide sederhana: sediakan
platform mobile yang
tangguh dan terbuka
sehingga bisa mendorong
inovasi lebih cepat demi
keuntungan pelanggan," ujar
Rubin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar